Datangnya tahun baru hijriyah bagi sebagian masyarakat Indonesia senatiasa disemangati dan dirayakan dengan kegiatan pawai obor. Kegiatan yang sudah ada sejak tahun 1940-an ini tumbuh dalam masyarakat muslim nusantara, yang tidak hanya sekadar seremonial perayaan malam tahun baru hijriyah, tetapi juga merupakan bentuk penguatan syiar Islam. Cahaya obor mencerminkan semangat pembaruan untuk berbenah diri dan menapaki kehidupan dengan makna yang lebih dalam sebagai undangan spiritual untuk memperbaiki diri. Semangat Obor Dalam Menyambut Awal Muharram
Perayaan melalui pawai obor ini tentu saja tidak diniati sebagai bentuk peribadatan atau ibadah merayakan tahun baru karena memang tidak ada dalilnya. Tapi lebih pada penguatan syiar Islam sebagai awal momen penting untuk muhasabah, meninjau kembali perjalanan hidup dan niat amal, sebagai bekal menghadapi waktu yang terus berjalan tanpa Kembali, sebab waktu adalah modal utama manusia yang tak bisa diulang.
Untuk itu, maka perayaan ini yang lebih dimaknai sebagai awal mempersiapkan dan mengambil keutamaan yang terdapat di bulan muharram menuju kebaikan-kebaikan amal pada 11 bulan berikutnya.
Bulan Muharram adalah bulan pertama dalam kalender Hijriah, dan termasuk salah satu dari empat bulan yang dimuliakan (asyhurul hurum). Islam telah menjelaskan terkait hukum-hukum yang berkaitan dengan bulan ini sebagaimana yang terdapat dalam Q.S. At-Taubah: 36 Allah SWT berfirman:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهور عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ
Artinya: “Sesungguhnya bilangan bulan menurut Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram (suci). Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam (bulan-bulan) itu.” (QS. At-Taubah: 36)
Allah SWT telah memuliakan bulan Al-Muharram di antara seluruh bulan lainnya, sehingga dinamakan ‘Syahrullah al-Muharram’. Penyandaran nama bulan ini kepada Allah adalah bentuk pemuliaan, serta sebagai isyarat bahwa Dia sendirilah yang mengharamkannya, bukan makhluk mana pun yang menetapkannya. Rasulullah SAW juga telah menjelaskan keharaman bulan-bulan haram ini, termasuk bulan Muharram. Sebagaimana diriwayatkan dari Abu Bakrah r.a, dari Nabi SAW, beliau bersabda:
إنَّ الزَّمَانَ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ، ثَلاثٌ مُتَوَالِيَاتٌ: ذُو الْقَعْدَةِ، وَذُو الْحِجَّةِ، وَالمُحَرَّمُ، وَرَجَبُ مُضَرَ الذي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ
‘Sesungguhnya zaman telah berputar seperti keadaannya ketika Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun terdiri dari dua belas bulan, di antaranya ada empat bulan haram (suci): tiga bulan berturut-turut, yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram, serta (satu lagi) Rajab Mudhar yang berada di antara Jumadil (Akhir) dan Sya’ban.’ (Mutafaqun alaih)
Mengenaih hal ini sebagian besar para ulama berpendapat bahwa Muharram adalah bulan haram yang paling utama. Seperti halnya Ibnu Rajab al-Hanbali berkata: Para ulama berbeda pendapat tentang bulan haram manakah yang paling utama. Al-Hasan dan yang lainnya mengatakan: Bulan Allah al-Muharram adalah yang paling utama, dan pendapat ini dikuatkan oleh sebagian ulama muta’akhirin (kontemporer). Bahkan beliau mengungkapkan bahwa bulan paling utama sebagaimana tertera dalam hadits berikut dipahami sebagai bulan paling utama setelah Ramadhan, sebagaimana dalam riwayat mursal dari al-Hasan. Hadis yang dimaksud adalah riwayat yang dikeluarkan oleh an-Nasa’i dan lainnya, dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
سألتُ النَّبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم: أيُّ اللَّيلِ خيرٌ، وأيُّ الأشهُرِ أفضَلُ؟ فقال: خيرُ اللَّيلِ جَوفُه، وأفضَلُ الأشهُرِ شَهرُ اللهِ الذي تَدْعونَه المُحَرَّمَ
‘Aku bertanya kepada Nabi SAW: Malam apakah yang paling utama? Dan bulan apakah yang paling utama? Beliau menjawab: Malam yang terbaik adalah pertengahannya, dan bulan yang paling utama adalah bulan Allah yang kalian sebut sebagai al-Muharram.’ (H.R. An-Nasa’i).
Jelas dari pembahasan di atas akan keutamaan bulan Muharram tersebut, lantas semangat beramal apa yang dapat dilakukan agar kebaikan-bebaikan tahun baru ini senantiasa mangantarkan selama satu tahun ke depan. Diantara amalan tersebut adalah:
- Memperbanyak Puasa Sunnah
Rasulullah SAW telah menjelaskan keutamaan puasa di bulan Allah al-Muharram dengan sabdanya: Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadan adalah puasa di bulan Allah al-Muharram (H.R. Muslim). Menenai hadist ini para ulama berbeda pendapat mengenai maknanya: apakah hadits tersebut menunjukkan anjuran untuk berpuasa sepanjang bulan Muharram secara penuh, atau hanya sebagian besarnya saja. Tentu saja jika dilihat dari makna lahiriahnya, menunjukkan keutamaan berpuasa sepanjang bulan Muharram secara penuh. Namun, sebagian ulama menafsirkan bahwa maksudnya adalah dorongan untuk memperbanyak puasa di bulan Muharram, bukan untuk berpuasa penuh selama sebulan. Hal ini didasarkan pada perkataan Aisyah r.a: ‘Aku tidak pernah melihat Rasulullah menyempurnakan puasa sebulan penuh selain bulan Ramadan, dan aku tidak pernah melihat beliau lebih banyak berpuasa dalam satu bulan selain di bulan Sya’ban.’ (HR. Muslim)
- Berpuasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram
Berkaitan dengan keutamaan puasa pada hari ‘Asyura (tanggal 10 Muharram) ini telah dijelaskan melalui hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Abu Qatadah r.a. beliau berkata: Rasulullah SAW ditanya tentang puasa hari ‘Asyura, maka beliau menjawab: ‘Aku berharap kepada Allah agar puasa itu menghapus dosa-dosa setahun sebelumnya.’ (HR. Muslim)
Hadist di atas menunjukan bahwa apabila seorang Muslim berpuasa pada hari kesepuluh bulan Muharram, maka ia akan memperoleh pahala yang besar ini yaitu setara dengan pengampunan Allah SWT selama satu tahun penuh, meskipun hanya berpuasa pada hari itu saja, tanpa kemakruhan sedikitpun. Namun, jika ia berkehendak untuk menambahkan puasa pada hari kesembilannya (Tasu’a), maka itu lebih utama lagi pahalanya berdasarkan riwayat dari Ibnu Abbas r.a bahwa Nabi SAW bersabda: ‘Jika aku masih hidup hingga tahun depan, niscaya aku akan berpuasa pada hari kesembilan.’ (H.R. Muslim)
Wallahu’alam
Al-Faqir Dr. H. Faizal Pikri