Rangkaian musim haji 1446 H telah selesai, lelahnya penantian calon jemaah haji Indonesia untuk bisa berangkat menunaikan ibadah haji ke tahan suci hingga bertahun-tahun lamanya karena keterbatasan kuota membutuhkan kesabaran ekstra.
Kesabaran ini mereka tempuh hanya karena berharap untuk bisa menunaikan satu dari rukun Islam yang ke-5 sebagai salah satu rukun yang wajib dilaksanakan oleh umat Islam yang telah memenuhi syarat dan memiliki kemampuan baik melalui pengorbanan harta, tenaga, serta kesediaan meninggalkan keluarga dan tanah air demi memenuhi panggilan suci-Nya ke Tanah Haram.
Untuk itu waktu yang panjang dalam penantian ini jangan sampai hanya mengharap mabrur selama melaksanakan ibadah haji di tanah sucinya saja, tetapi harus tetap mabrur sepulangnya dari tanah suci dan selama hayat dikandung badan.
Mabrur dalam pelaksanaan idadah haji dimaknai sebagai keadaan di mana telah teselesaikannya dengan sempurna segenap syarat, rukun dan wajib haji yang ditunaikan dengan penuh ketaatan keikhlasan lillahi taala tanpa bercampur dengan perbuatan dosa ataupun riya, hingga segenap ritual pelaksanaan hajinya diterima oleh Allah SWT. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Syaikh Qurthubi:
أَنَّهُ الْحَجُّ الَّذِي وُفَّتْ أَحْكَامُه وَوَقَعَ مَوْقِعًا لِمَا طُلِبَ مِنْ الْمُكَلَّف عَلَى وَجْهِ الْأَكْمَلِ
Bahwasanya haji mabrur adalah haji yang dipenuhi seluruh ketentuanya dan dijalankan dengan sesempurna mungkin oleh pelakunya (mukallaf) sebagaimana yang dituntut darinya.
Baca Juga : TEMUKAN KETENANGAN JIWAMU DENGAN SHOLAT
Adapun mabrur pasca melaksanakan ibadah haji dimaknai sebagai suatu keadaan dimana seseorang yang telah selesai menjalankan ibadah haji dengan menyempurnakan syarat, rukun dan wajib haji serta ditunaikan atas dasar keikhlasan lillahi taala, ia pulang ke tempat asalnya masing-masing dengan kesiapan menjadi insan yang lebih baik dari sebelumnya dalam tataran ibadah mahdhah maupun ibadah sosial (ghair mahdhah) serta bertekad untuk tidak terjebak pada perbuatan yang mengandung kemaksiatan baik kecil maupun besar. Sebagaimana disampaikan oleh syaikh Jalaluddin as-Suyuthi
هُوَ الْمَقْبُولُ الْمُقَابَلُ بِالْبِرِّ وَهُوَ الثَّوَابُ، وَمِنْ عَلَامَةِ الْقَبُولِ أَنْ يَرْجِعَ خَيْرًا مِمَّا كَانَ وَلَا يُعَاوِد الْمَعَاصِي
Haji mabrur adalah haji yang diterima yang dibalas dengan kebaikan yaitu pahala. Sedangkan pertanda diterimanya haji seseorang adalah kembali menjadi lebih baik dari sebelumnya dan tidak mengulangi melakukan kemaksiatan.
Diriwayatkan oleh Ahmad dan yang lainnya dari hadis Jabir secara marfu‘, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
الْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةَ قَالُوا يَا نَبِيَّ اللَّهِ مَا الْحَجُّ الْمَبْرُورُ قَالَ إِطْعَامُ الطَّعَامِ وَإِفْشَاءُ السَّلَامِ
Artinya: “Haji mabrur tidak ada balasan lain kecuali surga.” Lalu ditanyakan: “Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud dengan haji yang mabrur?” Beliau menjawab: “Memberi makan (kepada orang lain) dan menyebarkan salam.” (HR. Ahmad)
Terdapat riwayat dari Umar r.a, sewaktu ia memperhatikan sekelompok orang yang baru pulang sekembalinya dari melaksanakan ibadah haji, beliau berkata: “Seandainya para jemaah itu mengetahui keutamaan yang mereka bawa pulang setelah mendapatkan ampunan, niscaya mereka akan merasa cukup (dengan itu). Namun sebaiknya mereka memulai kembali (amal kebaikan).”
Ungkapan Umar r.a ini menunjukkan bahwa seorang yang telah berhaji tidak boleh bersandar pada amalannya dan berbagai ketaatan serta ibadah yang dilakukannya selama berhaji. Justru ia harus terus melanjutkan dan rutin dalam melakukan amal-amal saleh serta mendekatkan diri kepada Allah SWT hingga ajal menjemputnya. Allah SWT berfirman:
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتّٰى يَأْتِيَكَ الْيَقِيْنࣖ
Artinya: “Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu al-yaqin (kematian)” (QS. Al-Hijr: 99)
Untuk itu semoga para jemaah haji yang baru pulang dari tanah suci termasuk dalam golongan haji yang mabrur, yaitu haji yang diterima oleh Allah SWT dan dipenuhi dengan beragam kebaikan serta pahala surga, dengan harapan, semoga kembalinya mereka ke tanah air menjelma menjadi sosok pribadi yang lebih baik dari sebelumnya, lebih taat, dan istiqamah dalam menjalankan ketaatan kepada Allah. Semoga ampunan yang telah mereka raih menjadi awal dari kehidupan baru yang penuh berkah, serta menjadi inspirasi bagi orang-orang di sekitarnya untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah. Juga seperti pesan Umar bin Khattab r.a, semoga mereka tidak merasa cukup dengan amalan hajinya, tetapi terus menyambung kebaikan hingga akhir hayat.
Wallahu’alam
Al-Faqir Dr. H. Faizal Pikri